editor sosialitas
zoomtemplate.com
zoomtemplate.com
zoomtemplate.com

Gurita Kemiskinan Nelayan

      Oleh: Sindu Dwi Hartanto

Fenomena kemiskinan nelayan di negeri ini sudah berlangsung lintas generasi dan seakan tidak pernah berhenti seiring dengan perkembangan jaman dan gempitanya pembangunan. Kemiskinan nelayan dapat dianalisis dalam dua pandangan besar yaitu: budaya kemiskinan nelayan dan struktur kemiskinan nelayan. Dalam dua pandangan tersebut seolah kemiskinan nelayan mempunyai penyebab yang berbeda. Pada pandangan pertama, penyebab kemiskinan nelayan disebutkan sebagai akibat dari kebiasaan masyarakat nelayan yang cenderung boros dan malas. Pada pandangan kedua, kemiskinan nelayan lebih banyak disebabkan oleh karena faktor struktur kuasa sosial-politik yang tidak berpihak kepada masyarakat nelayan miskin.
Kalau kita melihat kondisi masyarakat nelayan yang terus berjuang untuk meningkatkan kehidupannya dengan semangat yang tanpa menyerah mengarungi lautan dengan penuh banyak resiko, apa itu masih bisa dikatakan bahwa masyarakat nelayan miskin yang malas. Padahal kita mengetahui bahwa nelayan memulai pencaharian hidupnya, mengawali pencarian ikan dan sumber daya laut dari mulai dini hari hingga matahari mulai tenggalam. Bahkan mereka terkadang, rela meninggalkan daratan selama berhari-hari untuk mencari nafkah yang lebih layak untuk menghidupi kebutuhan keluarganya.
Kenyataan tersebut tidak menguatkan bahwa kemiskinan nelayan sebagai akibat kebudayaan masyarakat nelayan. Ada banyak faktor pengaruh bahwa kemiskinan nelayan tidak tergantikan dengan kesejahteraan yang dicita-citakannya selama ini. Lalau apa yang kiranya bisa memberikan penjelasan bahwa masyarakat nelayan selalu dalam kondisi kemiskinan?
Kemiskinan nelayan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari luar budaya masyarakat nelayan. Secara, teoritis bahwa kemiskinan masyarakat nelayan dikonstruksikan oleh faktor struktural yang mengungkung segala usaha mereka untuk melakukan perubahan. Sehingga, segala upaya yang dilakukan seolah tidak memberikan hasil yang signifikan untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupannya.
Beberapa faktor yang dianggap sebagai penyebab kemiskinan nelayan adalah sebagai berikut:
Pertama, relasi patron klien antara nelayan miskin dengan para cukong atau pengusaha perikanan yang secara langsung melakukan eksploitasi dan penghisapan atas keringat dan usaha nelayan. Salah satu yang dapat kita lihat adalah jeratan hutang yang diberikan oleh para cukong untuk mengikat hasil perikanan nelayan. Terutama ketika masyarakat nelayan miskin dalam kondisi paceklik, mereka tidak ada perhatian dari pemerintah untuk mendapatkan tambahan pinjaman modal untuk memenuhi kehidupannya, karena sumber pinjaman hutang dari lembaga formal harus menggunakan jaminan. Sementara, kapal dan jarring mereka sebagai satu-satunya sumber kekayaan dan alat kehidupannya tidak dapat dijadikan sebagai barang jaminan yang bernilai. Dalam kondisi terpepet, maka masyarakat nelayan miskin akan terjerat hutang kepada cukong, tengkulang, dan rentenir yang menggunakan persyaratan mudah tetapi bunga pinjaman yang sangat tinggi. Dalam kondisi seperti ini, segala usaha dan upaya nelayan untuk mencari penghasilan akan digunakan untuk membayar hutang dan bunganya yang terus berlipat-lipat setiap waktu.
Kedua, melihat kenyataan di atas salah satu kendala penyebab kemiskinan nelayan adalah tidak adanya lembaga keuangan yang memberikan kepedulian kepada nelayan miskin untuk dapat mengakses pinjaman mudah dan murah untuk keberlanjutan kehidupan di saat paceklik karena musim yang tidak menentu dan membahayakan nyawanya.
Ketiga, keterbatasan nelayan miskin dalam melakukan akses terhadap sumber daya perikanan. Masyarakat nelayan miskin tidak mempunyai hak atas kuasa sumber daya perikanan karena keterbatasan sumber daya dan keterbatasan akses. Hambatan akses wilayan lautan adalah kebijakan yang tidak memihak kepada masyarakat nelayan miskin yang penuh dengan keterbatasan. Kawasan lautan kebanyakan diakses dan didominasi oleh pemilik modal dan birokrat atau kolaborasi keduanya. Sebagai contoh, operasi pukat harimau (trawl), penyerobotan wilayah tangkap oleh nelayan-nelayan besar bahkan nelayan dari luar wilayah NKRI atau nelayan asing yang cenderung diabaikan oleh pemerintah, sehingga wilayah tangkap nelayan tradisional (traditional fishing ground) terbatas, dan terbatas pula sumber daya perikanannya.
Keempat, pemangkasan kekuasaan rakyat sejak Orde Baru menyebabkan melemahnya kearifan lokal masyarakat nelayan. Kalaupun ada, rutinitas kearifan lokal hanya dianggap sebagai suatu formalitas belaka, sehingga tidak banyak membantu nelayan untuk menghidupkan sistem pengaturan masyarakat nelayan. Masyarakat nelayan menjadi tidak mempunyai tata nilai yang dulu diyakini sebagai suatu pengaturan yang harus ditegakkan untuk keberlangsungan kehidupan masyarakat nelayan secara keseluruhan.
Kelima, negara abai terhadap potensi bahari yang sebenarnya sebagai sumber penghidupan masyarakat nelayan setiap harinya. Banyak potensi bahari dikuasai oleh segelintir orang dan kapal-kapal asing.
Keenam, munculnya organisasi nelayan bentukkan negara tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan miskin. Seperti munculnya Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) yang ternyata di dalamnya adalah pengusaha-pengusaha perikanan. Sementara masyarakat nelayan tidak terwakili di dalamnya. Lalu bagaimana masyarakat nelayan bisa memberikan aspirasi dan partisipasi untuk melakukan perubahan kehidupannya.
Ketujuh, harga BBM yang tidak berpihak kepada nelayan miskin. Harga tanpa subsidi yang mengakibatkan modal melaut untuk mencari ikan bertambah, membengkak tinggi, sehingga mengurangi pengeluaran usaha pencarian ikan, terutama di saat kondisi musim yang tidak bersahabat dan paceklik.
Kedelapan, munculnya kompensasi subsidi BBM yang tidak mendidik masyarakat nelayan miskin dengan ukuran penghasilan yang tidak seimbang dengan pengeluaran biaya untuk memperoleh BBM setiap harinya.
Kesembilan, belum lagi faktor lingkungan yang telah rusak oleh pengusaha-pengusaha yang memanfaatkan perairan perikanan nelayan di lautan. Seperti arus kapal tongkang batu bara seperti di perairan Cilacap sangat berdampak pada tangkapan ikan nelayan. Masyarakat nelayan Cilacap merasakan setelah munculnya PLTU di wilayah pesisir, tangkapan ikan mereka semakin berkurang. Ada analisa sederhana dari nelayan pesisir Cilacap bahwa kapal-kapal tongkang yang membawa bahan bakar batu bara membuat ikan-ikan meninggalkan wilayah perairan tangkapan nelayan.
Kesepuluh, gagalnya bantuan alat tangkap oleh pemerintah yang tidak menyelesaikan substansi permasalahan justru menimulkan kekacaian sosial dalam bentuk konflik di tingkat solidaritas nelayan miskin. Nelayan secara tidak langsung tercerai dalam konflik laten karena distribusi bantuan yang tumpang tindih dan dominasi kekuasaan pada pendistribusian dengan kedekatan relasi penerima dengan aktor dominan yang tidak berpihak kepada masyarakat nelayan miskin.

Tawaran Solusi: Mengurai Kemiskinan Nelayan
Permasalahan kemiskinan masyaraat nelayan sangat kompleks dan tidak sedikit pihak yang mempunyai kepentingan atas kesengsaraan nelayan. Berdasarkan inventarisir permasalahan di atas, ada beberapa pemikiran yang mungkin bisa memberikan pemecahan masalah jika dilakukan secara komprehensif. Beberapa tawaran yang coba dilakukan adalah sebagai berikut: 
pertama, perbaikan sistem data nelayan secara menyeluruh. Akurasi data kemiskinan dan gambaran substansi kemiskinan nelayan serta dinamika kemiskinan mereka setiap musim merupakan suatu informasi yang perlu dikembangkan kedepan. Tidak hanya itu, perlu juga dicarikan informasi tentang jumlah cukong, jumlah pengusaha, jumlah penyuplai BBM, dan kekuatan solidaritas kelompok nelayan dalam bentuk organisasi rakyat nelayan, serta bagaimana kekuatan-kekuatan masyarakat nelayan yang berkaitan dengan perolehan sumber daya dan distribusi hasil tangkapan nelayan hingga distribusinya kepada siapa saja, serta akumulasi nilai lebih penghasilan nelayan kemana saja. Termasuk bagaimana relasi-relasi masyarakat nelayan dalam mencari alternatif sumber daya kehidupannya menjadi sangat penting untuk menemukan data kemiskinan masyarakat nelayan secara komprehensif.
Kedua, bahwa munculnya banyak permasalahan di masyarakat miskin nelayan tidak mendapatkan perhatian untuk mencarikan solusi pemecahannya, oleh karena itu perlu kiranya dilakukan suatu pencarian terhadap alternatif jawaban-jawaban tentang mengapa mereka miskin. Jawaban atas permasalahan tersebut kemugkinan akan sangat berfariasi dan tidak dapat difokuskan pada satu program penyelamatan. Tetapi dari semua jawaban-jawaban tersebut dapat dilakukan pengelompokkan masalah dari setiap kelompok masyarakat nelayan yang mengalami problem yang berbeda-beda. Jadi tidak bisa sebuah jawaban permasalahan diterapkan kepada seluruh masyarakat miskin nelayan yang mempunyai kompleksitas permasalahan. Jadi pengelompokkan permasalahan nelayan akan diterapkan penyelesaian yang sesuai, tidak tebang pilih, tetapi disesuaikan dengan permasalahan yang dialami setiap kelompok nelayan miskin. Bisa jadi dalam suatu masyarakat nelayan mempunyai permasalahan yang berbeda-beda, dan ini perlu diidentifikasi secara teliti untuk memberikan “terapi penyembuhannya”.
Ketiga, mencari strategi pemecahan di tingkat lokalitas. Permasalahan masyarakat kemiskinan nelayan dengan kebudayaan yang berbeda-beda tidak dapat disama ratakan untuk memberikan satu alternatif solusi seperti yang selama ini diterapkan. Misalnya saja, permasalahan pencemaran limbah pabrik atau dampak tongkang batu bara PLTU tidak bisa diselesaikan dengan membagikan sejumlah alat tangkap jarring. Jika ikan yang mau ditangkap juga tidak ada kenapa harus diberikan alat tangkap jarring kepada nelayan? Lalu apa yang mau ditangkap? Solusi yang mendekati mungkin melakukan riset sumber daya perikanan yang langka tersebut dan mengkoordinasikannya dengan pemilik pabrik atau PLTU yang menjadi sumber pencemaran wilayah tangkapan nelayan. Itu sebagai contoh saja.
Keempat, intervensi pemerintah dalam seluruh kebijakan perikanan yang berpihak kepada masyarakat nelayan miskin. Termasuk memberikan intervensi pada pengaturan wilayah tangkap hingga distribusi pemasaran hasil tangkapan sumber daya perikanan yang adil dan menguntungkan nelayan miskin. Hal ini diharapkan dapat menghindarkan sistem ekonomi perikanan yang didominasi oleh aktor kuat dengan modal besar. Sehingga, perlindungan terhadap nelayan dalam jalur distribusi pemasaran dapat terjamin. Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang lebih memihak kepada keberlanjutan masyarakat nelayan miskin jika tidak mengharapkan masyarakat nelayan miskin beralih profesi menjadi buruh bangunan dan pengangguran yang nantinya menjadi problem lanjutan tersendiri.
Kelima, penguatan organisasi-organisasi nelayan sebagai kekuatan masyarakat nelayan untuk memperjuangkan hak dan kehidupannya. Pemerintah harus sudah memperhatikan organisasi nelayan organik yang muncul dari masyarakat nelayan itu sendiri. Organisasi nelayan tersebut sebagai perwakilan kepentingan dan aspirasi masyarakat nelayan. Sebagai perwakilan kepentingan dan aspirasi masyarakat nelayan maka kesempatan dan suaranya perlu diperhatikan dengan memberikan penguatan sumber daya serta memberikan ruang-ruang partisipasi keterlibatan dalam seluruh aktivitas dan perencanaan pembangunan yang berkaitan dengan masyarakat nelayan. Penguatan organisasi nelayan juga hingga memberikan otoritas organisasi nelayan untuk memandirikan kehidupan nelayan sebagai kekuatan solidaritas masyarakat nelayan.
Keenam, menjamin ketersediaan BBM yang mudah dan murah untuk kebutuhan perjalanan mencari nafkah. Pemerintah harus lebih memberikan ruang akses terhadap kemudahan BBM untuk nelayan dengan kebijakan dan pembangunan titik-titik distributor BBM (SPDN: Solar packed dealer untuk nelayan) di lingkungan pesisir. Pembangunan SPDN merupakan alternatif pemutusan mata rantai distribusi BBM yang selama ini sangat panjang dan menyebabkan monopoli serta kenangkaan BBM yang murah untuk nelayan.
Ketujuh, pemerintah harus menjamin bahwa pengelolaan SPDN dilakukan oleh organisasi nelayan sebagai perwakilan masyarakat nelayan. Otoritas pengelolaan ini secara khusus harus diberikan oleh pemerintah kepada organisasi nelayan untuk menjamin distribusi yang mudah, murah, dan adil untuk kecukupan kebutuhan seluruh anggota masyarakat nelayan secara keseluruhan. Pemberian otoritas pengelolaan SPDN juga sangat bermanfaat untuk menguatkan organisasi masyarakat nelayan yang mandiri dan independen.
Kedelapan, yang terakhir adalah memberikan jaminan subsidi BBM khusus untuk nelayan. Pengelolaan SPDN dalam hal ini juga dapat memberikan alat kontrol terhadap penjaminan tersampaikannya BBM bersubsidi untuk nelayan. Sehingga, kekhawatiran penyimpangan terhadap pemberian subsidi BBM dapat dihindarkan langsung oleh pengelolan mandiri oleh organisasi nelayan yang secara langsung mengetahui nelayan-nelayan yang mana harus mendapatkan harga subsidi BBM dan masyarakat umum yang bukan nelayan.
Pemikiran diatas adalah salah satu bentuk renungan yang kemungkinan masih banyak kekurangan dan perlu mendapatkan perbaikan-perbaikan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sangat terbuka untuk mendapatkan masukkan-masukkan yang membangun gagasan penyelamatan masyarakat miskin nelayan ke depan.

Salam…











di terbitkan oleh sosiologi fisip unsoed 1997 pada 10:11 PM. kategori . Ikuti melalui RSS 2.0

0 komentar for Gurita Kemiskinan Nelayan

Komentar Anda

Tulisan Terbaru

Komments Terbaru

Photo Gallery

zoomtemplate.com